Ramah Tamah.. ...




Assalamu'alaikum :) .... selamat datang di BLOGnya Prihase Kartika Sari....... Kunjungi terus yya,,,n ikuti perkembangannya :D .. ...

Jumat, 06 November 2015

Tugas Softskill 2 kel 1

tugas softskill 2 kelompok 1 dapat diakses melalui link di bawah ini :
https://drive.google.com/open?id=0B949IoFSJ6jvOGxFa0dld0JuSG8https://drive.google.com/open?id=0B949IoFSJ6jvOGxFa0dld0JuSG8

Minggu, 27 September 2015

falsafah ilmu pengetahuan, penelitian dan ilmu pengetahuan

BAB I
FALSAFAH ILMU PENGETAHUAN


1.1         PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau berarti. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segala ilmu pengetahuan. Kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophie (Prancis, Belanda dan Jerman), serta philosophy (Inggris). Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (menjadi kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan (kata benda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan.
Menurut beberapa ahli, filsafat diartikan sebagai berikut :
a.       Phytagoras (572-497 SM) ditahbiskan sebagai orang pertama yang memakai kata philosopia yang berarti pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom) bukan kebijaksanaan itu sendiri.
b.      Plato (427-347 SM) mengartikannya sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang hakiki lewat dialektika.
c.       Aristoteles (382–322 SM) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang kebenaran.
d.      Al-Farabi (870–950) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan hakekat alam yang sebenarnya.
e.       Descartes (1590–1650) mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang tuhan, alam dan manusia.
f.       Immanuel Kant (1724 –1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Menurut kant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui? (metafisika), apa yang seharusnya diketahui manusia?(etika), sampai dimana harapan manusia? (agama) dan apakah manusia itu? (antropologi)
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu (Kamus Bahasa Indonesia, 1998). Filsafat Ilmu merupakan bagian dari Epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengtahuan ilmiah). Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai. Binatang pun mempunyai pengetahuan, tetapi hanya sekedar atau terbatas untuk melangsungkan hidup (tujuan survival).

1.2         HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup  seluruh  bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai  obyek material dan formal. Yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh  realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu. Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus  terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara intersuyektif).

1.3         MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN
Kemajuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini serta keberhasilan menerapkan pandangan-padangan dan temuan-temuannya, bukan hanya memperluas cakrawala dan memperdalam kepemahaman manusia mengenai alam semesta, tetapi juga telah meningkatkan kemampuan kontrol manusia atas daya-daya alam bahkan atas kesadaran manusia lainnya. Kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan kepada manusia kekuasaan yang semakin besar atas realitas. Sekalipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi membawa juga bersamanya berbagai problem baru yang memprihatinkan yang menuntut kehendak sungguh-sungguh untuk menyelesaikannya, serta seringkali tidak dapat ditunda. Dalam keadaan demikian orang cenderung kembali mencari jawaban atas problem yang dihadapinya di dalam ilmu pengetahuan lagi. Sesuatu yang wajar dan alamiah. Kedahsyatan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia membawa kecenderungan berpikir bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyelesaikan segala-galanya. Padahal terlalu sering terjadi bahwa problem yang ditimbulkan oleh penerapan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan manusia sehari-hari bukanlah problem-problem teknis ilmiah, melainkan problem yang mempunyai kandungan moral. Pengalaman menunjukkan bahwa manusia cenderung terlambat dalam hal ini. Hampir selalu isu moral yang sesungguhnya melekat ke penerapan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi baru disadari setelah ada dampak yang buruk terhadap kehidupan.
Di sinilah kita yang berasal dari dunia pendidikan, khususnya yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, berhadapan dengan sebuah kenyataan mengenai betapa penting memahami hakikat ilmu pengetahuan yang sesungguhnya, kemungkinan-kemungkinan yang dimunculkan tetapi juga keterbatasannya, serta peran dalam masyarakat. Dengan pemahaman ini, maka ketika ilmu pengetahuan dan metodenya diperkenalkan ke masyarakat baik melalui pendidikan formal maupun non-formal, kita selalu dapat berangkat dari titik yang paling dasar: ilmu pengetahuan adalah buah karya manusia demi kemanusiaan itu sendiri.

1.4         KELAHIRAN ILMU PENGETAHUAN MODERN
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.
Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme. Zaman modern ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Tetapi, indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan ditandai dengan adanya penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah. 
Menurut Slamet Iman Sontoso, dalam buku yang disusun oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM (2001:79) ada tiga sumber pokok yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya Istambul ke tangan Turki pada tahun 1453. Ilmuwan pada zaman ini membuat penemuan dalam bidang ilmiah. Eropa yang merupakan basis perkembangan ilmu melahirkan ilmuwan yang populer. Zaman modern di tandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah di rintis sejak zaman Renaissance. Tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern adalah Rene Descartes. Rene Descartes juga sebagai ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah system koordinat yang terdiri atas dua garis lurus X Dan Y dalam bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya teori grafitasi. Charles Darwin dengan teorinya struggle for live ( Perjuangan untuk hidup ). J.J Thompson dengan temuannya electron. bahwa perkembangan ilmu pada zaman modern sangatlah pesat di awali dari zaman Renaisans. Zaman renasains yang merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu yaitu dengan munculnya ilmuan – ilmuan seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M). Pada zaman modern ini melahirkan banyak sekali ilmuan – ilmuan besar dalam bidangnya seperti Rene Descrates, Carles Darwin, Isaac Newton serta Joseph John Thomson. Perkembangan ilmu pada modern telah banyak melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.



BAB II
PENELITIAN DAN ILMU PENGETAHUAN


2.1     PENGERTIAN PENELITIAN ILMIAH
Pembahasan dilanjutkan dengan memberikan suatu pengertian, serta beberapa karakteristik dari metode ilmiah. Metode ilmiah perlu diketahui karena ini merupakan prosedur atau cara-cara tertentu yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut dengan ilmu/pengetahuan ilmiah. Beberapa peneliti mempunyai pendapat bahwa suatu penelitian itu harus dilakukan secara ilmiah. Untuk itu perlu diketahui beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu penelitian dikatakan suatu penelitian ilmiah. Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian.
Ada beberapa definisi penelitian yang telah dikemukan oleh beberapa ahli, antara lain:
a.       Penelitian adalah investigasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antarfenomena (Kerlinger, 1986: 17-18).
b.      Penelitian merupakan refleksi dari keinginan untuk mengetahui sesuatu berupa fakta-fakta atau fenomena alam. Perhatian atau pengamatan awal terhadap fakta atau fenomena merupakan awal dari kegiatan penelitian yang menimbulkan suatu pertanyaan atau masalah (Indriantoro & Supomo, 1999: 16).
c.       Penelitian pada dasarnya merupakan penelitian yang sistematis dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang bemanfaat untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari (Indriantoro & Supomo, 1999: 16).
d.      Pengertian atau definisi penelitian bisnis secara khusus juga dikemukakan. Mereka mengatakan bahwa penelitian bisnis adalah suatu proses sistematis dan obyektif yang meliputi pengumpulan, analisis data untuk membantu pengambilan keputusan bisnis (Zikmund, 2000: 5).
e.       Suatu penelitian sistematis yang memberikan informasi untuk menuntun keputusan bisnis (Cooper & Emory, 1995: 11).
Penelitian ilmiah berfokus pada metode yang kokoh untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan yang valid. Penelitian ilmiah bersifat lebih obyektif karena tidak berdasarkan pada perasaan, pengalaman dan intuisi peneliti semata yang bersifat subyektif. Penelitian ilmiah melibatkan theory construction dan theory verification. Kontruksi teori merupakan suatu proses untuk membentuk struktur dan kerangka teori yang akan digunakan untuk mengembangkan suatu hipotesis yang relevan dengan struktur teorinya. Selanjutnya dengan menggunakan fakta, maka hipotesis tersebut diuji secara empiris.

2.2     HUBUNGAN PENELITIAN DENGAN ILMU PENGETAHUAN
Hubungan Ilmu dan penelitian • Almack (1960) Hubungan ilmu dan penelitian adalah seperti hasil dan proses. Hakikat ilmu pengetahuan yaitu mencari “kebenaran ilmiah” adalah juga menjadi hakikat penelitian ilmiah. Hal ini menyebabkan semua penelitian tidak dapat melepaskan diri dari dasar falsafah ilmu pengetahuan.

2.3     LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN ILMIAH
Hakikat ilmu pengetahuan yaitu mencari “kebenaran ilmiah” adalah juga menjadi hakikat penelitian ilmiah. Hal ini menyebabkan semua penelitian tidak dapat melepaskan diri dari dasar falsafah ilmu pengetahuan.
a.       Mengidentifikasi, memilih dan merumuskan masalah
Adalah mencari masalah yang paling relavan dan menarik untuk diteliti. Masalah dapat dicari melalui pancaindera yaitu pengamatan, pendengaran, penglihatan, perasaan dan penciuman. Sumber masalah dapat diperoleh dari bacaan yang berisi laporan penelitian, seminar, pernyataan pemegang otoritas, pengamatan sepintas, pengalaman pribadai dan perasaan intuitif. Dalam mengidentifikasi masalah biasanya dijumpai lebih dari satu masalah dan tidak semua masalah layak diteliti. Oleh sebab itu perlu diadakan pembatasan masalah. Setelah masalah diidentifikasi dan dibatasi, selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam kalimat tanya.
b.      Penyusunan kerangka pemikiran
Adalah konstruksi berfikir yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun. Cari teori dan konsep yang relavan untuk dijadikan landasan teoritis dalam penelitian.
c.       Perumusan hipotesa
Adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang jawabannya harus diuji. Hipotesis dirangkum dari kerangka kesimpulan teoritis.
d.      Menguji hipotesis secara empirik
Untuk membuktikan apakah teori-teori tersebut teruji secara menyakinkan atau tidak berdasarkan hasil uji fakta-fakta secara empirik.

Sumber referensi :
·         FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN. Oleh: Dr. Slamet Ibrahim S. DEA. Apt. Sekolah Farmasi ITB. 2008


Sabtu, 20 Juni 2015

KONVENSI-KONVENSI INTERNASIONAL

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG HAK CIPTA

Hasil karya dari seorang pencipta tentunya akan terlihat berharga jika telah memiliki hak cipta. Pemberian hak tersebut terkadang tidaklah cukup bahkan terasa kurang membawa manfaat bagi para pencipta. Hal tersebut dikarenakan masih banyak saja para pemalsu yang menjiplak hasil karya seorang pencipta walaupun hak cipta telah ada ditangannya. Perlindungan terhadap karya cipta sangat dibutuhkan kehadirannya, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara domestik saja dinilai kurang, oleh karena itu dibuatlah perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan UCC (Universal Copyright Convention).

1.      Berner Convention
Konvensi Bern (Konvensi Berner), merupakan suatu persetujuan internasional mengenai hak cipta yaitu mengenai karya-karya literatur (karya tulis) dan artistik. Konvensi ini ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986 dan telah mengalami beberapa perubahan. Revisi yang pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian dilakukan revisi kembali di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Penyempurnaan terus dilakukan tepatnya pada tanggal 24 Maret 1914 di Bern, kemudian direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928, di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling terakhir di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirumuskan oleh Auteurswet 1912.
Konvensi Paris pada tahun 1883 merupakan suatu konvensi yang menginspirasi lahirnya Konvensi Bern. Konvensi Bern membentuk suatu badan yang tidak jauh berbeda dengan Konvensi Paris. Pembentukan badan tersebut bertujuan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan dari masing-masing konvensi tersebut bergabung menjadi satu. Penggabungan badan tersebut dikenal dengan Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Perancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB.
Perlindungan hukum yang diberikan pada konvensi ini tentunya mengenai perlindungan hak cipta yang nantinya diberikan terhadap suatu karya cipta hasil kreasi para pencipta atau pemegang hak. Karya-karya yang dilindungi tersebut antara lain karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Perlindungan hukum akan diberikan kepada pencipta apabila pencipta tersebut merupakan warga negara yang tergabung dalam anggota dalam konvensi ini. Pencipta yang mendapatkan perlindungan akan memperoleh hak atas hasil karyanya.
Anggota konvensi ini yaitu berjumlah 160 Negara, angka tersebut diperoleh pada Januari 2006. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menjadi anggotanya untuk melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut tergabung juga dalam kovensi ini. Negara yang melindungi para pencipta tersebut menganggap mereka adalah warga negaranya sendiri. Misalnya saja, undang-undang hak cipta Perancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Perancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan. Anggota-anggota yang tergabung di dalam konvensi bern dikenal sebagai Uni Bern.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau kultural.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a.       Prinsip national treatment; ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
b.      Prinsip automatic protection; pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality)
c.       Prinsip independence of protection; bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum Negara asal pencipta

2.      UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (atau Universal Copyright Convention), disepakati di Jenewa pada 1952. UCC merupakan salah satu dari dua konvensi internasional utama melindungi hak cipta. Konvensi lain yang dimaksud adalah Konvensi Bern. UCC dikembangkan oleh United Nations Educational (Ilmu Pengetahuan dan Budaya) sebagai alternatif dari Konvensi Bern. Konvensi ini disepakati agar negara-negara yang tidak setuju dengan aspek-aspek dari Konvensi Bern, tapi masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Konvensi Hak cipta Universal merupakan Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO. Tujuan adanya konvensi ini yaitu untuk menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system (anggota konvensi Bern) dan common law system (anggota konvensi hak cipta regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat).
Konvensi ini kemudian berkembang dan ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini melindungi karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Hal ini berarti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.

Perbandingan antara kedua konvesi internacional tersebut, yaitu kalau konvensi bern menganut dasar falsafah Eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika, yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Oleh karena itu, ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.


aqwam.staff.jak-stik.ac.id/files/39.-legal-aspek-tik[1].pdf


HAK MEREK

LATAR BELAKANG

Perkembangan perekonomian dunia, berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Hal ini berpengaruh pada hubungan antar bangsa yang menjadi saling tergantung baik dalam hal kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan akan komunikasi menjadi sangat maju dan pola perdagangan dunia sudah tidak terikat pada batas-batas negara. Dunia dan kawasan-kawasan didalamnya sekarang merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya ingin produk mereka memperoleh akses yang sebebas-bebasnya ke pasar. Perkembangan dan perubahan norma dan tatanan dagang yang bersifat global ini telah menimbulkan berbagai persoalan yang perlu segera diantisipasi oleh Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra yang perkembangannya memerlukan perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Di samping itu perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya memerlukan peningkatan perlindungan terhadap teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari hak milik intelektual khususnya hak atas merek menjadi sangat penting bukan hanya dari segi perlindungan hukum, karena untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah. Dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan  merek  agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran.
Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bidang merek merupakan suatu permasalahan yang terus akan berkembang mengikuti perkembangan dunia ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perkembangan ini tidak hanya bersifat insidental dan pada satu titik saja, tetapi mengarah ke semua bidang sasaran tanpa mengenal batasan. Pada dunia usaha para produsen memberikan tanda atau citra tersendiri pada barang dan jasa hasil produksi mereka yang lazim disebut merek yang digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, terutama untuk barang atau jasa yang sama dan sejenis.
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan saja. Ini berarti bahwa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia berketetapan untuk memilih bentuk negara hukum tersebut sebagai pilihan satu-satunya. Akibat dari pemilihan tersebut konsekuensinya bahwa semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara republik Indonesia harus tunduk dan patuh pada norma-norma hukum baik yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hukum harus menampilkan peranan secara mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orangperorangan, kehidupan masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan landasan pemikiran tersebut hukum harus mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini segenap komponen bangsa dan negara harus mampu dan siap untuk bersaing dalam upaya penunjang pembangunan ekonomi, dimana pembangunan ekonomi sebuah bangsa banyak ditentukan oleh sejauh mana bangsa tersebut mampu mengikuti kemajuan teknologi dan menguasai teknologi, karena dengan teknologi suatu bangsa akan mampu mengikuti suatu perkembangan tersebut dengan cepat. Keberadaan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong dalam pembangunan ekonomi

PENGGUNAAN HAK MEREK

Fungsi utama dari sebuah merek adalah agar konsumen dapat mencirikan suatu produk (baikitu barang maupun jasa) yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dibedakan dari produkperusahaan lain yang serupa atau yang mirip yang dimiliki oleh pesaingnya. Konsumen yangmerasa puas dengan suatu produk tertentu akan membeli atau memakai kembali produktersebut di masa yang akan datang. Untuk dapat melakukan hal tersebut pemakai harusmampu membedakan dengan mudah antaraproduki yang asli dengan produk-produk yangidentik atau yang mirip. Untuk meemungkinan satu perusahaan dapat membedakan dirinya danproduk yang dimiliki terhadap apa yang dimiliki oleh para pesaingnya, maka merek menjadiperan penting dalam pencitraan dan strategi pemasaran perusahaan, pemberian kontribusiterhadapcit ra, danreput asi terhadap produk dari sebuah perusahaan di mata konsumen. Citradan reputasi perusahaan untuk menciptakankepercayaan merupakan dasar untukmendapatkan pembeli yang setia dan meningkatkan nama baik perusahaan. Konsumensering memakai factor emosional pada merek tertentu, berdasarkan serentetan kualitas yangdiinginkan atau fitur-fitur yang terwujud dalam produk-produk yang dimiliki merek tersebut.Merek juga dapat menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam memelihara dan meningkatkan kualitas produk yang mereka miliki guna menjamin bahwa merek produk yang mereka miliki memiliki reputasi yang baik.
Nilai Sebuah Merek
Merek yang tepat dan dipilih secara hati-hati merupakan aset bisnis yang berharga untuksebagian besar perusahaan. Sementara untuk sebagian perusahaan lainnya merekmerupakan aset yang sangat berharga yang mereka miliki. Perkiraan nilai dari merek-merekterkenal di dunia seperti Coca-Cola atau IBM melebihi 50 milyar dollar masing-masingnya.Hal ini karena konsumen menilai merek, reputasi, citranya dan serentetan kualitas-kualitasyang konsumen inginkan yang berhubungan dengan merek, dan mereka mau membayar lebihuntuk produk dengan merek tersebut yang mereka akui dan yang dapat memenuhi harapanmereka. Oleh karena itu, memiliki sebuah merek dengan citra dan reputasi yang baikmenjadikan sebuah perusahaan lebih kompetitif.
Mengapa sebuah Perusahan harus melindungi merek yang dimilikinya?
Walaupun sebagian besar pelaku bisnis menyadari pentingnya penggunaan merek untukmembedakan produk yang mereka miliki dengan produk para pesaing mereka, tapi tidak semuadari mereka yang menyadari mengenai pentingnya perlindungan merek melalui pendaftaran.Pendaftaran, menurut UU Merek memberikan hak ekslusif kepada perusahaan pemilik
merek guna mencegah pihak-pihak lain untuk memasarkan produk-produk yang identikatau mirip dengan merek yang dimiliki oleh perusahaan bersangkutan denganmenggunakan merek yang sama atau merek yang dapat membingungkan konsumen.
Tanpa adanya pendaftaran merek, investasi yang dimiliki dalam memasarkan sebuah produkdapat menjadi sesuatu yang sia-sia karena perusahaan pesaing dapat memanfaatkan merekyang sama atau merek yang mirip tersebut untuk membuat atau memasarkan produk yangidentik atau produk yang mirip. Jika seorang pesaing menggunakan merek yang identik ataumirip, pelanggan dapat menjadi bingung sehingga membeli produk pesaingnya tersebut yangdikiranya produk dari perusahan sebenarnya. Hal ini tidak saja mengurangi keuntungan
perusahaan dan membuat bingung pelanggannya, tetapi dapat juga merusak reputasi dan citra
perusahaan yang bersangkutan, khususnya jika produk pesaing kualitasnya lebih rendah.
Mengingat nilai dari merek dan peran yang dimiliki oleh sebuah merek dalam menentukansuksesnya sebuah produk di pasar, maka perlu dipastikan bahwa merek tersebut sudahterdaftar,guna mendapat perlindungan dalam pasar yang bersangkutan. Selain itu,sangat
mudah untuk melisensikan sebuah merek yang sudah terdaftar pada perusahaan lain,
yang selanjutnya akan menambah sumber pendapatan perusahaan yang bersangkutan, dan
dapat menjadi dasar bagi persetujuan bisnis waralaba.
Merek :
Memberikan jaminan kepada konsumen untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya;
Membuat perusahaan dapat membedakan produk-produk yang mereka miliki;
Merupakan alat pemasaran dan dasar untuk membangun citra dan reputasi;
Dapat dilisensikan/waralaba sehingga menjadi sumber penghasilan langsung berupa royalti;
Merupakan bagian penting dalam persetujuan waralaba;
Dapat menjadi aset bisnis yang sangat berharga;
Mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam memelihara/menjaga atau meningkatkan kulaitas produk;
Merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk menambah pendapatan.

UNDANG-UNDANG HAK MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG
MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.       bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi
Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b.       bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat; 
c.        bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek; 

Mengingat : 
1.       Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.       Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : 
UNDANG UNDANG TENTANG MEREK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.       Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
2.       Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. 
3.       Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. 
4.       Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. 
5.       Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. 
6.       Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan. 
7.       Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri, dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan pendaftaran Merek. 
8.       Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9.       Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hak kekayaan intelektual, termasuk Merek. 
10.    Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11.    Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12.    Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan
Intelektual di Direktorat Jenderal.
13.    Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. 
14.    Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
15.    Hari adalah hari kerja.

BAB II
LINGKUP MEREK

Bagian Pertama
Umum

Pasal 2
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa.

Pasal 3
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Bagian Kedua
Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan yang Ditolak

Pasal 4
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik
Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a.       bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b.       tidak memiliki daya pembeda;
c.        telah menjadi milik umum; atau
d.       merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 6
(1)     Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.       mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c.        mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
(2)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(3)     Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b.       merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c.        merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

BAB III
PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Syarat dan Tata Cara Permohonan

Pasal 7
(1)     Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: 
a.       tanggal, bulan, dan tahun;
b.       nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon; 
c.        nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; 
d.       warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; 
e.        nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan
Hak Prioritas. 
(2)     Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
(3)     Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
(4)     Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
(5)     Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
(6)     Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
(7)     Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
(8)     Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
(9)     Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8
(1)     Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.
(2)     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.
(3)     Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10
(1)     Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2)     Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya di Indonesia.

Bagian Kedua
Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas

Pasal 11
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.

Pasal 12
(1)     Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali yang menimbulkan Hak Prioritas tersebut.
(2)     Bukti Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3)     Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Permohonan tersebut tetap diproses, namun tanpa menggunakan Hak
Prioritas.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek

Pasal 13
(1)     Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. 
(2)     Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut.
(3)     Dalam hal kekurangan tersebut menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas. 
Pasal 14
(1)     Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.
(2)     Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan
Pendaftaran Merek

Pasal 15
(1)     Dalam hal seluruh persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 telah dipenuhi, terhadap Permohonan diberikan Tanggal Penerimaan.
(2)     Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Direktorat Jenderal.

Bagian Kelima
Perubahan dan Penarikan Kembali
Permohonan Pendaftaran Merek

Pasal 16
Perubahan atas Permohonan hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama dan/atau alamat Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 17
(1)     Selama belum memperoleh keputusan dari Direktorat Jenderal, Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon atau Kuasanya.
(2)     Apabila penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kuasanya, penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk keperluan penarikan kembali tersebut.
(3)     Dalam hal Permohonan ditarik kembali, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

BAB IV
PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Pemeriksaan Substantif

Pasal 18
(1)     Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
(2)     Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(3)     Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan.

Pasal 19
(1)     Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal. 
(2)     Pemeriksa adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh Menteri berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu.
(3)     Pemeriksa diberi jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pasal 20
(1)     Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2)     Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan Direktur Jenderal, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
(3)     Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon atau Kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan menyebutkan alasan.
(4)     Dalam hal Pemohon atau Kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal menetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut. 
(1)     Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2)     Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, ditetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
(3)     Keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan.
(4)     Dalam hal Permohonan ditolak, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Kedua
Pengumuman Permohonan

Pasal 21
Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya Permohonan untuk didaftar, Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan tersebut dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 22
(1)     Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan dilakukan dengan:
a.       menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b.       menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal. 
(2)     Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 23 Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a.       nama dan alamat lengkap Pemohon, termasuk Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; 
b.       kelas dan jenis barang dan/atau jasa bagi Merek yang dimohonkan pendaftarannya;  c. Tanggal Penerimaan; 
d.       nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan 
e.        contoh Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan apabila etiket Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, huruf Latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin. 

Bagian Ketiga
Keberatan dan Sanggahan

Pasal 24
(1)     Selama jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal atas Permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya.
(2)     Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan Undang-undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak.
(3)     Dalam hal terdapat keberatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 25
(1)     Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 kepada Direktorat Jenderal.
(2)     Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal .

Bagian Keempat
Pemeriksaan Kembali

Pasal 26
(1)     Dalam hal terdapat keberatan dan/atau sanggahan, Direktorat Jenderal menggunakan keberatan dan/atau sanggahan tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam pemeriksaan kembali terhadap Permohonan yang telah selesai diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2)     Pemeriksaan kembali terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(3)     Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4)     Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan dapat diterima, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak; dan dalam hal demikian itu, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan banding.
(5)     Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.

Pasal 27
(1)     Dalam hal tidak ada keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(2)     Dalam hal keberatan tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5), Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Permohonan tersebut disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.
(3)     Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.       nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang didaftar; 
b.       nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal Permohonan diajukan berdasarkan Pasal 10; 
c.        tanggal pengajuan dan Tanggal Penerimaan; 
d.       nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan tersebut diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; 
e.        etiket Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna apabila Merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam
bahasa 
f.        Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin; nomor dan tanggal pendaftaran; 
g.        kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan 
h.       jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek. 
(4)     Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi Sertifikat Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan membayar biaya.

Bagian Kelima
Jangka Waktu Perlindungan
Merek Terdaftar

Pasal 28
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.

Bagian Keenam
Permohonan Banding

Pasal 29
(1)     Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.
(2)     Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(3)     Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
(4)     Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tidak merupakan perbaikan atau penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.

Pasal 30
(1)     Permohonan banding diajukan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan penolakan Permohonan.
(2)     Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh Pemohon.
(3)     Dalam hal penolakan Permohonan telah dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan penolakan itu.

Pasal 31
(1)     Keputusan Komisi Banding Merek diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding.  
(1)     Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permohonan banding, Direktorat Jenderal melaksanakan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, kecuali terhadap Permohonan yang telah diumumkan dalam Berita Resmi Merek. 
(2)     Dalam hal Komisi Banding Merek menolak permohonan banding, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut. 
(3)     Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat diajukan kasasi. 

Pasal 32
Tata cara permohonan, pemeriksaan serta penyelesaian banding diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Ketujuh
Komisi Banding Merek
Pasal 33
Komisi Banding Merek adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi hak kekayaan intelektual. 
(2)     Komisi Banding Merek terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan, serta Pemeriksa senior.
(3)     Anggota Komisi Banding Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
(4)     Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Merek. 
(5)     Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Merek membentuk majelis yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu di antaranya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

Pasal 34
Susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi Banding Merek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan
Merek Terdaftar

Pasal 35
(1)     Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama.
(2)     Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut.
(3)     Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direktorat Jenderal.

Pasal 36 Permohonan perpanjangan disetujui apabila:
a.       Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; dan
b.       barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan diperdagangkan.

Pasal 37
(1)     Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36.
(2)     Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik orang lain, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
(3)     Penolakan permohonan perpanjangan diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
(4)     Keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.
(5)     Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 38
(1)     Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2)     Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya.

Bagian Kesembilan
Perubahan Nama dan/atau Alamat
Pemilik Merek Terdaftar

Pasal 39
(1)     Permohonan pencatatan perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.
(2)     Perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar yang telah dicatat oleh Direktorat Jenderal diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

BAB V
PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR

Bagian Pertama 
Pengalihan Hak

Pasal 40 Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena: a.       pewarisan;
b.       wasiat;
c.        hibah;
d.       perjanjian; atau
e.        sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2)     Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek.
(3)     Permohonan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang mendukungnya.
(4)     Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang telah dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5)     Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(6)     Pencatatan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Pasal 41
(1)     Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut.
(2)     Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa.

Pasal 42
Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.

Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 43
(1)     Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.
(2)     Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
(3)     Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
(4)     Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 44
Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain.

Pasal 45
Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.

Pasal 46
Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia oleh penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut di Indonesia oleh pemilik Merek.

Pasal 47
(1)     Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
(2)     Direktorat Jenderal wajib menolak permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)     Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis penolakan beserta alasannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemilik Merek atau Kuasanya, dan kepada penerima Lisensi. 
Pasal 48
Penerima Lisensi yang beriktikad baik, tetapi kemudian Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian Lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian Lisensi.
(2)     Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi Lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan.
(3)     Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima Lisensi, pemberi Lisensi tersebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian Lisensi.

Pasal 49
Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian Lisensi dan ketentuan mengenai perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

BAB VI
MEREK KOLEKTIF

Pasal 50
(1)     Permohonan pendaftaran Merek Dagang atau Merek Jasa sebagai Merek Kolektif hanya dapat diterima apabila dalam Permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa Merek tersebut akan digunakan sebagai Merek Kolektif.
(2)     Selain penegasan mengenai penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Permohonan tersebut wajib disertai salinan ketentuan penggunaan Merek tersebut sebagai Merek Kolektif, yang ditandatangani oleh semua pemilik Merek yang bersangkutan.
(3)     Ketentuan penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat :
a.       sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan; 
b.       pengaturan bagi pemilik Merek Kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan
Merek tersebut; dan 
c.        sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan Merek Kolektif. 
(4)     Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 51
Terhadap permohonan pendaftaran Merek Kolektif dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 50.

Pasal 52
Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Merek Kolektif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.

Pasal 53
(1)     Perubahan ketentuan penggunaan Merek Kolektif wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.
(2)     Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(3)     Perubahan ketentuan penggunaan Merek Kolektif berlaku bagi pihak ketiga setelah dicatat dalam Daftar Umum Merek.

Pasal 54
(1)     Hak atas Merek Kolektif terdaftar hanya dapat dialihkan kepada pihak penerima yang dapat melakukan pengawasan efektif sesuai dengan ketentuan penggunaan Merek Kolektif tersebut.
(2)     Pengalihan hak atas Merek Kolektif terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(3)     Pencatatan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 55
Merek Kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain.

BAB VII
INDIKASI-GEOGRAFIS DAN INDIKASI-ASAL

Bagian Pertama
Indikasi-Geografis

Pasal 56
(1)     Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
(2)     Indikasi-geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh:
a.       lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas: 
1.       pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam; 
2.       produsen barang hasil pertanian; 
3.       pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau 
4.       pedagang yang menjual barang tersebut; 
b.       lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau
c.        kelompok konsumen barang tersebut.
(3)     Ketentuan mengenai pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 berlaku secara mutatis mutandis bagi pengumuman permohonan pendaftaran indikasi-geografis.
(4)     Permohonan pendaftaran indikasi-geografis ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila tanda tersebut:
a.       bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan, dan/atau kegunaannya;
b.       tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi-geografis.
(5)     Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Merek.
(6)     Ketentuan mengenai banding dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 berlaku secara mutatis mutandis bagi permintaan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7)     Indikasi-geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi-geografis tersebut masih ada.
(8)     Apabila sebelum atau pada saat dimohonkan pendaftaran sebagai indikasi-geografis, suatu tanda telah dipakai dengan iktikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak yang beriktikad baik tersebut tetap dapat menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai indikasi-geografis.
(9)     Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran indikasi-geografis diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57
(1)     Pemegang hak atas indikasi-geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi-geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasigeografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.
(2)     Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket indikasi-geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

Pasal 58
Ketentuan mengenai penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam BAB XII Undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak atas indikasi-geografis.

Bagian Kedua
Indikasi-Asal

Pasal 59
Indikasi-asal dilindungi sebagai suatu tanda yang:
a.       memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1), tetapi tidak didaftarkan; atau 
b.       semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. 

Pasal 60
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemegang hak atas indikasi-asal.

BAB VIII
PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN
PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Penghapusan

Pasal 61
(1)     Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan.
(2)     Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika: 
a.       Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau 
b.       Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. 
(2)     Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah karena adanya:
a.       larangan impor; 
b.       larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau 
c.        larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
(3)     Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(4)     Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Pasal 62
(1)     Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal.
(2)     Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terikat perjanjian Lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima Lisensi.
(3)     Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dimungkinkan apabila dalam perjanjian Lisensi, penerima Lisensi dengan tegas menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.
(4)     Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 63
Penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a dan huruf b dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.

Pasal 64
(1)     Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 hanya dapat diajukan kasasi.
(2)     Isi putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera disampaikan oleh panitera pengadilan yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
(3)     Direktorat Jenderal melaksanakan penghapusan Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.