Ramah Tamah.. ...




Assalamu'alaikum :) .... selamat datang di BLOGnya Prihase Kartika Sari....... Kunjungi terus yya,,,n ikuti perkembangannya :D .. ...

Minggu, 30 November 2014

Ilmu Sosial Dasar (Portofolio ke-3.B)

Pertentangan dan Interaksi Sosial
1.          Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. 
Dengan berpegang prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. 
Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan kepentingan itu antara lain berupa : 
1. kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang 
2. kepentingan individu untuk memperoleh harga diri 
3. kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama 
4. kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi 
5. kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain 
6. kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya 
7. kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri 
8. kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri 

Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu: 
1. fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman. 
2. fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak setuju. 
fase dis-integrasi ini memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk): 
• ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai. 
• norma sosial tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati. 
• norma yang telah dihayati bertentangan satu sama lain. 
• sanksi sudah menjadi lemah 
• tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok. 

2.      Definisi Diskriminasi dan Ethnosentris
- diskriminasi
Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu,
di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
ejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan 
-          Ethnosentris
Ethnosentris ( dalam bhs Indonesia ) adalah kecenderungan sikap Individu yang merasa cara hidup/ budaya mereka lebih superior dan beradab dari yang lainnya. Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri.
Ethnosentrisme dan Stereotype  Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok , punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan
menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.

3.      Jelaskan Tentang Diskriminasi dan Ketegangan dalam Masyarakat
-          Diskriminasi
Menyangka-nyangka atau lebih dikenal dengan sebutan prasangka, menurut pribadi saya adalah suatu asumsi terhadap seseorang melalui pemikiran tentang suatu hal/kejadian yang belum tentu benar, tetapi orang tersebut sudah men-judge dahulu hal/kejadian yang dilakukan seseorang itu adalah buruk. Mungkin terlalu rumit untuk dijelaskan dan dipahami, tetapi biasanya orang Indonesia lebih sering menggunakan kata “Sukhuzon” daripada menggunakan kata prasangka.

Disamping prasangka ada juga yang disebut dengan diskriminasi. Berprasangka tentu berbeda dengan ber-diskriminasi. Bagi saya, prasangka lebih ke arah karakter/sifat seseorang tetapi berbeda dengan diskriminasi yang cenderung ke arah tindakan. Diskriminasi pada dasarnya berarti tidak adil. Tidak adil terhadap apa?!? Tidak adil berupa tindakan dimana seorang individu diperlakukan tidak secara adil terhadap kondisi fisik sesorang, suku, golongan, ras, agama, cara pandang dan lain-lain. Orang yang diskriminasi cenderung lebih memilih teman dan membeda-bedakan orang. Untuk menghindari terjadinya tindakan-tindakan diskriminasi diperlukan:
a.    Pendidikan yang cukup.
b.    Menjadi dewasa dalam cara berpikir.
c.    Saling menghormati dan menghargai setiap anggota masyarakat disekitarnya.

Kita sebagai manusia cenderung berpikir bahwa apa yang kita lakukan itu adalah hal-hal dan pemikiran kita itu adalah yang benar, yang terbaik, dan lebih berpikir bahwa apa yang sudah kita lakukan itu lebih benar dari yang lainnya. Hal semacam ini disebut dengan etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sikap cenderung mengganggap nilai dan norma kebudayaannya lebih unggul dan terbaik dan membedakannya dengan kebubudayaan lain. Biasanya saya menemukan orang-orang yang sepertinya memiliki sifat etnosentrisme ini dengan ciri-ciri bertingkah laku kaku, tidak luwes dan peka, dan canggung dalam bergaul.
-          Ketegangan dalam Masyarakat
Ketegangan dalam masyarakat menurut saya sering terjadi dalam masyarakat di Indonesia. Adanya perbedaan-perbedaan dalam interaksi masyarakat merupakan faktor penyebab timbulnya ketegangan dalam masyarakat yang biasa disebut konflik. Konflik dalam masyarakat bukan berupa perang fisik, walaupun terkadang ada juga yang sampai beradu fisik untuk menyelesaikan konflik tersebut. Konflik terjadi karena perbedaan nilai, norma, aturan antara kelompok yang berselisih dalam masyarakat.

Untuk men-solve konflik masyarakat, saya menyimpulkan beberapa cara yaitu: Melakukan voting, Musyawarah dan berdiskusi dengan pemimpin masyarakat, atau sampai mengundurkan diri untuk menclear masalah.

4.      Golongan-golongan yang Berbeda dan Interaksi social, jelaskan.
Untuk mendalami lebih jauh mengenai materi tentang kontrol sosial, kita akan melihat dengan mengkaitkan materi mengenai interaksi sosial. Interaksi sosial didefinisikan sebagai proses dimana orang-orang yang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam tindakan dan pikiran. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa orang-orang itu terlibat di dalam interaksi? Jawabannya sederhana saja, kita tinggal mengembalikan kepada asumsi dasar mengenai manusia, yaitu manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, maka manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia saling membutuhkan. Dan untuk memenuhi kebutuhannya, maka manusia harus melakukan interaksi. Dengan interaksi, kebutuhan manusia akan dapat terpenuhi.
Kalau kita bicara megenai interaksi, maka setidaknya kita akan bicara mengenai dua orang. Oleh Simmel hubungan yang terjadi antara dua orang ini dikatakan sebagai kelompok dyadic (kelompok dua-an). Dalam kelompok ini, kondisi yang terjadi adalah kemungkinan untuk terputusnya interaksi menjadi sangat besar. Bayangkan jika Anda berinteraksi dengan salah satu teman Anda, kemudian teman Anda pergi meninggalkan Anda, maka Anda hanya akan tinggal sendiri dan tidak bisa lagi melakukan interaksi. Lain halnya bila interaksi yang Anda lakukan terjadi bersama tiga orang teman Anda. Jika salah satu pergi meninggalkan Anda, maka interaksi masih bisa dilakukan dengan rekan Ada yang lain yang masih tinggal. Untuk itulah Simmel mencoba mengukur mutu suatu kelompok dengan mendasarkan pada jumlah anggota kelompok. Semakin besar jumlah anggota kelompok yang ada, maka kelompok itu dapat dikatakan memiliki mutu yang semakin tinggi. Namun hal itu tentu saja masih diperdebatkan, karena terkesan terlalu menyederhanakan suatu masalah.
Lebih lanjut Simmel juga menegaskan bahwa dalam kelompok tryadic (kelompok tiga- an) ada beberapa macam, yaitu:
1)      Kelompok dimana orang ketiga berperan sebagai mediator. Orang ketiga ini akan menjadi penengah ketika antara dua orang dalam kelompok yang lain saling bertengkar.
2)      Kelompok dimana orang ketiga berperan sebagai tertius gaudiens. Orang ketiga ini akan menjadi senang ketika antara dua orang dalam kelompok yang lain saling bertengkar, karena ia akan dapat mengambil keuntungan dari pertengkaran tersebut.
3)      Kelompok dimana orang ketiga berperan sebagai devide et impera. Orang ketiga ini akan menjadi "provokator" atau selalu mengadu domba antar anggota kelompok lainnya, agar mereka bertengkar.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih atau lebih jauh lagi di dalam masyarakat? Untuk membahas lebih jauh ada baiknya jika kita menggunakan konsep yang dikatakan sebagai kontrol sosial. Jika kita bicara mengenai kontrol sosial, maka kita setidaknya harus mengetahui terlebih dahulu mengenai 3 pandangan dalam sosiologi, dalam memandang keberadaan individu dan masyarakat. Masing-masing pandangan berbeda dalam menempatkan kontrol sosial dan lebih jauh lagi dalam menempatkan interaksi antara anggotanya. Mari kita lihat satu persatu. .
·         Golongan yang memberi penekanan pada masyarakat, memandang bahwa masyarakat mempengaruhi individu dalam melakukan interaksinya. Golongan ini dipelopori oleh Durkheim yang memperkenalkan konsepnya yang terkenal, yaitu fakta sosial. Masyarakat mempengaruhi individu, dengan kata lain ada kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat yang mempengaruhi interaksi yang terjadi antara individu. Kontrol sosial didefinsikan sebagai cara yang dipakai masyarakat untuk mengendalikan si penyimpang pada jalur yang sudah diyakini masyarakat sebagai garis yang benar. Dengan demikian, dalam melakukan interaksinya, individu-individu dikontrol oleh suatu di luar dirinya, yang kita katakan sebagai kontrol sosial. Ambil contoh berikut sebagai ilustrasi. Bayangkan Anda sekarang ini berada di rumah. Anda ingin berinteraksi dengan orang tua. Maka Anda diharuskan untuk menunggu orang tua Anda bangun pagi, baru Anda diperbolehkan bicara. Anda dilarang untuk membangunkan orang tua. Nah ada kontrol sosial yang mengatur Anda dalam berinteraksi di rumah. Kemudian Anda keluar rumah dan pergi ke kampus. Di lingkungan kampus, kembali Anda dihadapkan pada kontrol sosial yang berbeda dengan apa yang Anda hadapi di rumah. Dan lagi-lagi Anda dihadapkan pada seperangkat aturan yang mengkontrol interaksi Anda dengan orang lain. Misalnya saja di dalam ruang kuliah Anda tidak boleh bicara dengan rekan Anda di sebelah. Anda tidak boleh makan di ruang kuliah, dan sebagainya. Semua itu merupakan kontrol sosial yang mempengarui interaksi yang Anda lakukan. Dengan demikian terlihatlah bahwa masyarakat (dalam hal ini digambarkan dengan kontrol sosial) mempengaruhi individu (digambarkan dengan interaksi).
Hal ini menjadi semakin jelas bila kita mengkaitkan interaksi dengan stratifikasi. Dalam stratifikasi kita mengenal adanya pembedaan kelas, dimana dalam kelas yang berbeda, maka interaksi yang ada juga akan berbeda. Sebagai ilustrasi, Anda bisa saja mengatakan dengan gaya prokem kepada rekan Anda dengan memakai kata-kata "lu, gue", sedangkan hal yang sama tidak mungkin Anda lakukan bila Anda berhadapan dengan dosen. Nah kondisi ini menggambarkan bagaimana interaksi yang terjadi antar individu dipengaruhi oleh kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat.
·         Golongan yang kedua, memberikan penekanan yang berlawanan dengan golongan pertama. Golongan ini dipelopori oleh Weber, yang memperkenalkan konsep tentang "meaning" atau makna. Bukan masyarakat yang memegang peranan penting, namun justru individulah yang memegang peran sentral. Individu memiliki kebebasan dalam melakukan interaksi. Memang golongan ini mengakui bahwa ada sesuatu di luar diri manusia yang mempengaruhi individu dalam berinteraksi, namun individu memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang akan dia lakukan. Jika Durkheim menganggap reaksi yang diberikan individu berbeda dengan apa yang ada di masyarakat, maka dikatakan sebagai penyimpangan, namun lain halnya dengan Weber, yang menganggap perbedaan reaksi yang diberikan merupakan suatu hal yang wajar dan bukan penyimpangan, karena manusia merupakan individu yang unik. Dalam pandangan Weber kontrol sosial tidak terlihat secara jelas dalam mempengaruhi interaksi. Yang ditekankan dalam golongan ini untuk melakukan interaksi adalah adanya kesamaan arti terhadap apa yang dikomunikasikan oleh individu. Interaksi tentunya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika orang-orang yang saling berinteraksi tidak memiliki kesamaan arti. Bayangkan jika Anda berinteraksi dengan orang Jawa kuno, yang sangat kolot. Dalam interaksi tersebut Anda menunjuk orang tersebut dengan jari telunjuk (sesuatu hal yang wajar dalam masyarakat umum). Yang terjadi kemudian adalah ia akan menjadi marah, karena dalam adat orang Jawa tersebut, tindakan yang Anda lakukan adalah tidak sopan. (untuk menunjuk sesorang dengan status yang lebih tinggi biasanya digunakan ibu jari dan bukan jari telunjuk). Nah terlihat jelas bukan, bahwa kesamaan arti merupakan suatu hal yang krusial dalam melakukan interaksi. Lebih jelas lagi jika Anda mencoba menjawab pertanyaan ini, "mungkinkah Anda berbicara dengan suku Indian di Amerika yang hanya bisa berbahasa Indian?"
·         Golongan yang ketiga boleh dikatakan golongan yang mencoba menjembatani kedua golongan yang berlawanan penekanan tersebut. Golongan ini dipelopori oleh Berger, yang memperkenalkan konsep eksternalisasi dan internalisasi. Untuk golongan ini terlihat jelas bagaimana proses interaksi berlangsung, dan bagaimana kontrol sosial mempengaruhi proses interaksi tersebut. Mari kita lihat bersama-sama. Individu sebagai mahluk sosial, memiliki beberapa kebutuhan yang hanya dapat ia terima melalui orang lain. Individu perlu berinteraksi dengan sesama. Pada saat yang bersamaan individu melakukan suatu proses yang oleh Berger dikatakan sebagai eksternalisasi. Konsep ini didefinisikan sebagai upaya mengungkapkan apa yang ada di dalam diri individu. Proses ini menggambarkan apa yang diungkapkan oleh Weber, bahwa individu bebas mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya. Apa yang diungkapkan oleh individu setelah melalui proses pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang mapan, sesuatu yang sudah diakui secara bersama oleh suatu komunitas, yang oleh Berger dikatakan bahwa pada saat itu telah terjadi objektivikasi. Kemudian setelah melalui proses berikutnya si individu justru berperilaku sesuai dengan apa yang sudah mapan, yang oleh Berger dikatakan sebagai internalisasi, yaitu menyerap apa yang ada di luar individu), lalu dimana proses interaksi berlangsung? Boleh dikata proses interaksi bisa berlangsung pada saat individu melakukan eksternalisasi, pada saat individu melakukan objektivikasi, dan pada saat individu melakukan internalisasi. Dengan kata lain apa yang dilakukan oleh individu, berada dalam kerangka interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya.

5.      Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.
Menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Menurut beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, interaksi adalah hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.


Sumber
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/isip4110/faktor_stra.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar